Jakarta — Anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani Aher, menilai langkah pemerintah yang tengah mengkaji kebijakan pemutihan tunggakan iuran peserta BPJS Kesehatan bernilai lebih dari Rp10 triliun sebagai bagian dari upaya menghentikan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Menurut Netty, pemerintah perlu berhati-hati dalam merancang kebijakan pemutihan agar tetap berpihak pada masyarakat miskin tanpa menimbulkan ketidakadilan bagi peserta yang disiplin membayar iuran.
“Prinsip keadilan sosial harus dijaga. Peserta yang benar-benar tidak mampu tentu harus dibantu, tetapi pemerintah juga perlu memastikan agar kebijakan ini tidak menurunkan semangat peserta lain,” ujar Netty di Jakarta, Selasa (21/11).
Netty menjelaskan, tunggakan kekayaan lebih dari Rp10 triliun berasal dari peserta mandiri atau Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) yang belum membayar iuran secara rutin. Menurutnya, kondisi ini menunjukkan perlunya pembenahan dalam sistem pembayaran, terutama bagi kelompok pekerja sektor informal yang tidak memiliki pemotongan iuran otomatis.
“Masalah tunggakan ini bukan hanya soal kemampuan ekonomi, tetapi juga kesadaran dan literasi. Pemerintah bersama BPJS perlu memperkuat edukasi masyarakat agar masyarakat memahami bahwa iuran adalah bentuk gotong royong menjaga kesehatan bersama,” katanya.
Lebih lanjut, Netty mendukung langkah pemerintah menanggung sebagian beban bagi kelompok yang benar-benar rentan, namun ia memaksakan perlunya verifikasi ketat dan transparansi data dalam pelaksanaan kebijakan tersebut.
“Pemutihan boleh dilakukan jika memang tidak mampu, tetapi data peserta yang mendapat keringanan harus dioperasikan dengan baik dan terbuka. Pemerintah harus memastikan tidak ada potensi referensi atau penipuan dalam proses penghapusan tunggakan,” tegasnya.
Netty juga meminta BPJS Kesehatan untuk terus berinovasi dalam memperluas jangkauan peserta serta memperbaiki sistem pembayaran agar lebih mudah diakses masyarakat, termasuk melalui digitalisasi dan integrasi data dengan pemerintah daerah.
Ia menegaskan bahwa kebijakan pemutihan tidak boleh dimaknai sebagai tanggung jawab penghapusan, tetapi sebagai langkah kemanusiaan yang diikuti dengan pembenahan sistemik.
“BPJS Kesehatan adalah instrumen penting bagi perlindungan sosial nasional. Oleh karena itu, setiap kebijakan yang diambil harus menjamin kelangsungan program, menjunjung keadilan, dan bebas dari praktik kondisi,” pungkas Netty. (Rls)



























