SIDALIH Sultra Ungkap Dugaan Jetty Ilegal PT GMS: Limbah B3 Berserakan, Lingkungan Tercemar

0

Jakarta – Serikat Demokrasi dan Lingkungan Sulawesi Tenggara (SIDALIH Sultra) merilis hasil investigasi terbaru terkait dugaan pelanggaran serius oleh PT Gerbang Multi Sejahtera (GMS), perusahaan tambang nikel yang beroperasi di Kecamatan Laonti, Kabupaten Konawe Selatan.

Berdasarkan dokumentasi lapangan, kajian regulasi, serta rekam jejak pemberitaan, PT GMS diduga melakukan serangkaian pelanggaran hukum secara terstruktur, masif, dan berlangsung lama.

Ketua Umum Sidalih Sultra, Ahmad Yahya Tikori, mengungkapkan bahwa perusahaan tersebut diduga kuat melakukan pencemaran lingkungan hidup, pengelolaan limbah B3 ilegal, pelanggaran Kaidah Teknik Pertambangan yang Baik (Good Mining Practice), pelanggaran K3, hingga pembangunan dan pengoperasian Jetty 2 tanpa izin resmi, yang menurutnya termasuk kategori pemanfaatan ruang laut ilegal.

“Temuan visual yang kami peroleh menunjukkan banyak limbah B3 berserakan dan meresap ke tanah. Drum oli dibiarkan terbuka, bocor, tanpa label tumpahan minyak, serta tidak ada TPS B3 standar. Drum limbah berada di ruang terbuka. Solar dan grease juga tampak merembes ke tanah,” ujarnya saat ditemui di salah satu warkop di Jalan Dr. Saharjo, Jakarta Selatan. Sabtu (15/11/2025).

Ia menambahkan, limbah scrap dan onderdil bekas menumpuk tanpa penataan, sementara besi-besi berbahaya berserakan di area kerja. Kondisi ini menunjukkan potensi kontaminasi serius terhadap lingkungan sekitar.

Lebih lanjut, mahasiswa Pascasarjana Universitas Pancasila Jakarta itu menjelaskan bahwa Jetty 2 PT GMS diduga tidak memiliki perizinan lengkap. Di antaranya, tidak ditemukan dokumen PKKPRL (Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut), tidak ada izin TERSUS/TUKS dari Kemenhub, serta tidak ada dokumen AMDAL khusus Jetty.

“Semua temuan ini menunjukkan pola pengelolaan tambang yang tidak sesuai hukum dan berisiko tinggi menimbulkan kerusakan lingkungan,” ungkapnya.

Menurutnya, PT GMS juga diduga melanggar berbagai regulasi, mulai dari UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), izin AMDAL, UU Minerba, hingga UU Pelayaran. Potensi sanksi pidana dan denda yang mengintai disebutnya bisa mencapai miliaran rupiah.

Selain aspek lingkungan, AYT menilai kegiatan pertambangan PT GMS menimbulkan banyak ketimpangan, seperti area kerja tidak aman, limbah dan mesin berserakan, minim perlindungan kebakaran, serta tidak adanya fasilitas keselamatan pekerja. “Ini membahayakan pekerja dan merupakan pelanggaran ketenagakerjaan,” tegasnya.

PT GMS diketahui memiliki rekam jejak persoalan yang pernah disorot publik. KKP sebelumnya dikabarkan menghentikan kegiatan reklamasi Jetty PT GMS, sementara sejumlah organisasi pemuda juga pernah menyoroti dugaan pencemaran lingkungan oleh perusahaan tersebut. PT GMS bahkan disebut pernah diputus melanggar hukum dalam gugatan perdata di Mahkamah Agung serta memiliki konflik lahan dengan masyarakat Lawisata.

“Ini memperkuat bahwa pelanggaran yang terjadi bukan insidental, melainkan pola yang berulang,” jelasnya.

Bung AYT memastikan pihaknya akan membawa persoalan PT GMS ini ke Mabes Polri. Semua data dan bukti investigasi akan diserahkan kepada aparat penegak hukum.

“Temuan lapangan ini bukan kelalaian kecil. Ini adalah pelanggaran sistematis yang merusak tanah, pesisir, hutan, dan hak hidup masyarakat. Jetty ilegal yang beroperasi tanpa izin adalah bentuk kejahatan lingkungan dan pelanggaran hukum maritim. Soal Jetty ini, UPP Syahbandar Lapuko patut dipertanyakan,” pungkasnya. (Rls)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here