Kendari – Sengketa lahan yang diklaim milik PT Bina Citra Niaga (PT BCN) dan kini ditempati PT Nirvana Wastu Pratama (PT NWP) atau The Park Kendari terus mengemuka. Perjuangan hukum pemilik PT BCN, Anthar Syahadat Al Damary, telah berlangsung lebih dari satu dekade namun belum juga menemukan titik terang. Senin (8/12/2025).
Anthar mengungkapkan bahwa lahan seluas sekitar empat hektare yang saat ini menjadi lokasi pusat perbelanjaan The Park Kendari belum diselesaikan pembayarannya oleh pihak perusahaan properti asal Jakarta tersebut. Ia menilai ada kejanggalan dalam proses penanganan laporan terkait dugaan penggelapan lahan yang ia adukan sejak tahun 2012.
Berdasarkan dokumen yang diterima redaksi, laporan Anthar pertama kali tercatat di Polda Sultra pada 4 Oktober 2012 dengan Tanda Bukti Laporan Nomor: TBL/272/X/SULTRA/KA SPKT POLDA SULTRA. Kasus ini sempat mendapat SP2HP pada 11 Oktober 2012 dan 22 Maret 2013, namun akhirnya dihentikan penyidik melalui Surat Penghentian Penyidikan Nomor: B/157.a/III/2019/Ditreskrimum pada 19 Maret 2019.
Menurut Anthar, sejak awal penanganan laporan tersebut berjalan tidak maksimal. Ia menilai ada terlapor yang tidak pernah diperiksa secara mendalam.
“Di tahun 2012 saya lapor di Polda Sultra. Awalnya sempat jalan setelah pemanggilan Johnny, tapi Ahmad Yani tidak pernah diperiksa secara serius. Datang, lalu pergi makan-makan di Subdit 2,” ungkapnya saat ditemui Terakata.co, Sabtu (6/12/2025).
Anthar mengaku telah menyerahkan seluruh dokumen bukti, namun penyidik tetap menghentikan laporan dengan alasan kurang bukti.
“Semua dokumen lengkap saya lampirkan, tapi mereka bilang tidak cukup bukti. Waktu itu saya sampai pukul meja di Polda,” ujarnya.
Merasa tidak mendapatkan kepastian hukum, Anthar membawa kasus tersebut ke Polda Metro Jaya pada 28 April 2016, dengan laporan Nomor: LP/2052/IV/2016/PMJ/Ditreskrimsus.
“Laporanku diterima, saya langsung bertemu Dirkrimsusnya. Penyidik bilang unsur penggelapan sudah jelas bisa diproses, tapi untuk unsur pemalsuan harus diperkuat dengan putusan pengadilan,” jelas Anthar.
Atas arahan penyidik, ia pun mengajukan gugatan ke Pengadilan Jakarta Timur. Setelah putusan keluar, penyidik meminta salinannya, namun Anthar merasa prosesnya kembali mengarah ke ketidakberesan.
“Setelah putusan keluar, mereka minta salinan. Tapi saya lihat seperti dipakai untuk ‘ngamen’ kiri-kanan. Dari situ saya sudah curiga,” tegasnya.
Melalui pendamping hukumnya, Muhamad Azhar, diketahui bahwa kasus tersebut kembali berproses. Pada 24 Januari 2023, Polda Metro Jaya mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: SP.Sidik/16/I RES.2.6./2023/Ditreskrimsus.
“Polda Metro Jaya telah memeriksa sejumlah saksi yang diduga turut menerima aliran dana hasil penjualan tanah secara melawan hukum,” ujar Azhar pada Rabu (3/12/2025).
Selain itu, Azhar menduga adanya pelanggaran kode etik oleh oknum penyidik dalam proses penanganan laporan tersebut.
“Kasus ini sudah masuk tahap penyidikan, seharusnya sudah ada penetapan tersangka. Kami melihat ada dugaan pelanggaran kode etik dan akan melaporkannya ke Propam,” tambahnya.
Anthar mengaku mengalami kerugian yang sangat besar selama memperjuangkan hak atas lahan yang diklaim miliknya tersebut.
“Kerugianku miliaran. Uang habis mengurus perkara ini,” pungkasnya.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak media masih terus berupaya meminta klarifikasi kepada pihak terkait. (Red)


























