Kendari — Tokoh masyarakat Sulawesi Tenggara, Bisman Saranani, meminta Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara menyikapi persoalan penguasaan aset tanah yang melibatkan keluarga H. Nur Alam secara bijak, humanis, dan berlandaskan aturan hukum yang berlaku.
Pernyataan tersebut disampaikan Bisman saat berada di lokasi bersama keluarga dan masyarakat sebagai bentuk dukungan moral kepada keluarga H. Nur Alam. Ia menegaskan kehadirannya murni sebagai keluarga dan tidak mewakili organisasi apa pun.
“Kami hadir di sini sebagai keluarga, tidak membawa nama organisasi. Apa pun yang terjadi, Pak Haji Nur Alam tetap menjadi saudara kami,” ujar Bisman. Kamis (18/12/2025)
Bisman juga menyinggung adanya informasi rencana pengosongan lokasi oleh pemerintah provinsi. Namun, ia menekankan pentingnya menjaga stabilitas dan kondusivitas daerah agar tidak memunculkan kesan seolah-olah masyarakat selalu berhadapan dengan pemerintahnya sendiri.
“Kami memohon kepada Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara agar tetap menjaga kondusivitas Kota Kendari dan Sulawesi Tenggara. Persoalan ini sebaiknya diselesaikan secara baik, tanpa menimbulkan gejolak di masyarakat,” katanya.
Persoalan penguasaan aset tanah yang melibatkan pihak keluarga H. Nur Alam bermula dari proses permohonan Dokumen Usulan Pemanfaatan (DUM) yang telah diajukan sejak tahun 2012. Namun, dalam perjalanannya, proses tersebut tidak sempat diselesaikan secara tuntas hingga saat ini. Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara kemudian menilai lahan dimaksud masih tercatat sebagai bagian dari aset daerah.
Dalam kurun dua bulan terakhir, pihak keluarga H. Nur Alam mengaku menerima sejumlah surat dari pemerintah berupa perintah pengosongan lahan. Surat-surat tersebut dinilai datang secara tiba-tiba tanpa didahului klarifikasi atau pemberian ruang untuk melanjutkan proses administrasi yang sebelumnya pernah diajukan.
Pihak keluarga menyebutkan, surat yang diterima langsung mengarah pada perintah pengosongan dan rencana eksekusi, sehingga menimbulkan keberatan dari pihak keluarga.
Pihak keluarga H. Nur Alam menyatakan keberatan atas langkah tersebut. Mereka menilai terdapat hak perdata atas lahan dimaksud, khususnya terhadap bangunan yang berdiri di atasnya.
Menurut keluarga, bangunan tersebut dibangun menggunakan dana pribadi H. Nur Alam dan tidak bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
“Atas dasar itu, kami berharap persoalan ini dapat diselesaikan melalui musyawarah. Pemerintah dan pihak terkait seharusnya duduk bersama untuk membahas status lahan dan bangunan secara terbuka, serta menempuh tata cara penyelesaian yang baik dan benar,” ujar Bisman.
Saat ini, pemerintah diketahui telah melayangkan surat peringatan terakhir untuk melakukan pengosongan terhadap dua objek yang diminta segera dikosongkan.
Dalam pernyataannya, Bisman juga menegaskan pentingnya menghormati jasa H. Nur Alam, yang tercatat pernah menjabat sebagai Gubernur Sulawesi Tenggara selama dua periode, yakni 2008–2013 dan 2013–2018.
“Terlepas dari segala kekurangan beliau, Pak Haji Nur Alam adalah mantan gubernur kita. Saya tidak mengkultuskan beliau, tetapi secara pribadi dan sebagai keluarga, kami menghormati jasa-jasanya,” katanya.
Ia berharap setiap pemimpin di Sulawesi Tenggara dapat mengakhiri masa pengabdiannya dengan baik dan bermartabat.
Di akhir pernyataannya, Bisman menyampaikan apresiasi kepada Sekretaris Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara yang telah membantu memfasilitasi komunikasi.
“Kami berharap persoalan ini dapat dibawa ke meja dialog dan diselesaikan secara baik, terbuka, dan bermartabat, tanpa adanya kepentingan lain,” pungkasnya. (HenQ)


























