Jakarta — Dewan Pengurus Pusat Aliansi Pemuda dan Pelajar (AP2) Indonesia kembali melontarkan kritik tajam terhadap PT Wahana Ottomitra Multiartha Tbk (WOM Finance) pasca terbitnya surat klarifikasi perusahaan bernomor 433/XI/CS/2025. Klarifikasi tersebut dinilai tidak objektif, penuh kontradiksi, serta tidak menggambarkan fakta material terkait posisi TLN, warga yang sejak awal disebut telah melakukan pembayaran pembiayaan atas unit kendaraan yang menjadi pokok persoalan.
Ketua Umum DPP AP2 Indonesia, Fardin Nage, menyatakan bahwa klarifikasi WOM Finance justru menimbulkan banyak pertanyaan baru. Salah satunya adalah pernyataan perusahaan yang menyebut bahwa TLN bukan konsumen WOM Finance. Menurut Fardin, klaim tersebut bertentangan dengan bukti lapangan maupun dokumen pembayaran yang selama ini dipegang oleh TLN.
AP2 Indonesia menyebut bahwa terdapat bukti kuat berupa pembayaran angsuran langsung dari TLN kepada WOM Finance, mulai dari cicilan pertama hingga angsuran ke-17. Deretan pembayaran itu menjadi indikator bahwa TLN telah menjalankan kewajiban sebagai pihak yang berhubungan langsung dengan perusahaan pembiayaan tersebut.
“Secara fungsi dan praktik, TLN adalah konsumen. Ia membayar sejak awal, rutin, dan WOM Finance menerima pembayaran itu tanpa keberatan,” tegas Fardin.
Fardin memandang bahwa menggugurkan status konsumen TLN melalui klarifikasi adalah tindakan yang tidak logis dan berpotensi menyesatkan publik. Ia menambahkan bahwa hubungan konsumen tidak hanya ditentukan oleh nama dalam kontrak pembiayaan, tetapi juga oleh perilaku pembayaran, penguasaan objek, serta hubungan operasional antar pihak.
Selain bukti pembayaran, AP2 menyoroti tindakan penagihan yang dilakukan petugas lapangan WOM Finance terhadap TLN. Menurut Fardin, hal itu menjadi bukti bahwa perusahaan secara de facto mengakui TLN sebagai pihak yang bertanggung jawab atas pembiayaan.
“Tidak mungkin perusahaan pembiayaan menagih orang yang tidak memiliki hubungan apa pun. Ini adalah bukti paling sederhana bahwa klarifikasi WOM Finance sangat janggal,” ujarnya.
Fardin menyebut klarifikasi WOM Finance mengandung unsur distorsi informasi karena tidak menjawab esensi persoalan, yaitu posisi TLN sebagai pembayar sah dan perlakuan perusahaan melalui petugas penagihan.
Menurutnya, alasan perusahaan yang menyatakan masih melakukan investigasi dianggap sebagai upaya mengulur waktu dan menutupi inkonsistensi pernyataan internal.
“Perusahaan sebesar WOM Finance tidak mungkin tidak tahu siapa yang membayar cicilan selama 17 bulan berturut-turut. Kata ‘investigasi’ hanya menjadi tameng retoris,” katanya.
AP2 Indonesia juga menilai gaya komunikasi klarifikasi tersebut sebagai bentuk tekanan halus terhadap media. Fardin berpendapat bahwa surat klarifikasi itu tidak sekadar berisi informasi korektif, tetapi terkesan ingin memframing pemberitaan agar sorotan terhadap dugaan keberpihakan oknum aparat penegak hukum terhadap WOM Finance mereda.
“Ini bukan sekadar klarifikasi, tetapi ada indikasi intervensi terhadap ruang redaksi. Pers tidak boleh ditekan dengan pola komunikasi seperti ini,” tegasnya.
Sebagai respons, AP2 Indonesia memastikan akan terus mengawal perkembangan kasus tersebut. Mereka berkomitmen menempatkan bukti pembayaran TLN dan catatan penagihan petugas WOM Finance sebagai data publik untuk memastikan tidak ada informasi yang dimanipulasi.
“Kami tidak akan membiarkan satu pun pihak memutarbalikkan fakta. Publik berhak mendapatkan kebenaran,” ujarnya.
Di akhir pernyataannya, Fardin kembali menegaskan inti persoalan yang menurutnya sengaja dihindari oleh WOM Finance.
“TLN membayar sejak awal, membayar sampai angsuran ke-17, dan petugas WOM Finance datang menagih ketika telat. Ini fakta objektif. WOM Finance harus berhenti memutarbalikkan kenyataan,” pungkasnya. (Red)


























