JAKARTA — Kasus dugaan pelecehan, intimidasi, hingga penarikan paksa mobil milik seorang debitur WOM Finance Kendari, Totalina—warga asal Sumatera yang merantau mencari nafkah di Kota Kendari—kini memasuki babak baru setelah dibawa ke tingkat nasional oleh Dewan Pengurus Pusat Aliansi Pemuda dan Pelajar (DPP AP2) Indonesia.
Totalina bersama DPP AP2 Indonesia mendatangi kantor pusat WOM Finance di Jakarta untuk meminta manajemen segera memecat oknum staf WOM Finance Kendari berinisial A, yang diduga melakukan tindakan pelecehan berupa memegang paha korban serta mengucapkan kalimat tidak senonoh saat menagih angsuran mobil di tempat usaha korban di Mall Mandonga Kendari.
Peristiwa bermula saat oknum A mendatangi korban untuk menagih angsuran yang tertunggak selama tiga bulan. Namun dugaan tidak berhenti pada pelecehan. A disebut-sebut bekerja sama dengan oknum penyidik Krimsus Polda Sultra berinisial SKR sehingga korban akhirnya kehilangan mobilnya.
Sekjen DPP AP2 Indonesia, Talha Souwakil alias Dino, mengungkapkan bahwa korban diduga dipaksa menyerahkan mobilnya di ruang penyidik Krimsus Polda Sultra, meski kendaraan tersebut telah dibayar dengan DP sebesar Rp 50 juta dan 17 kali angsuran.
“Jangan karena dia bukan orang daerah lalu seenaknya kalian intimidasi. Setiap warga negara punya hak yang sama di hadapan hukum,” tegas Dino di Jakarta.
Ia menilai tindakan penarikan mobil di ruang penyidik bukan hanya keliru secara prosedur, tetapi melanggar hak-hak dasar konsumen dan berpotensi masuk kategori penyalahgunaan wewenang.
Dino menegaskan bahwa apa yang dialami Totalina bukan sekadar persoalan administrasi kredit, tetapi sudah termasuk pelanggaran hak asasi manusia, karena korban berada dalam posisi lemah dan diduga ditekan hingga menyerahkan unitnya tanpa proses perdata maupun keputusan pengadilan.
“Ini panggilan moral. Korban adalah perantau yang bekerja keras di Kendari. Tidak boleh ada penyalahgunaan kekuasaan—baik oleh oknum perusahaan maupun oknum aparat—yang merugikan rakyat kecil,” jelasnya.
Desakan untuk Kapolri, OJK, dan Kapolda Sultra. DPP AP2 Indonesia meminta:
- Kapolri: Menginstruksikan Divpropam memeriksa oknum penyidik SKR.
- OJK: Menginvestigasi standar penagihan WOM Finance Kendari.
- WOM Finance Pusat: Melakukan audit internal dan memecat oknum A apabila terbukti.
- Kapolda Sultra: Dicopot jika terbukti terjadi pembiaran atau kelalaian dalam penanganan kasus.
Menurut Dino, “Institusi kepolisian wajib memastikan proses hukum berjalan tanpa diskriminasi, tanpa tekanan, dan tanpa konflik kepentingan.”
Ia menegaskan AP2 akan terus mengawal kasus ini hingga korban mendapatkan keadilan yang seutuhnya.
DPP AP2 memastikan pendampingan akan berlanjut ke langkah hukum, termasuk laporan resmi terkait pelecehan, penyalahgunaan wewenang, hingga dugaan penarikan unit secara melawan hukum.
“Ini bukan hanya soal satu korban. Ini soal memastikan bahwa hukum melindungi setiap warga negara—tanpa memandang daerah asal atau kondisi ekonomi,” tutup Dino. (Red)


























