KKMD Sultra Jelaskan Status Mangrove Anduonohu: Masuk APL, Bukan Kawasan Lindung

0

Kendari – Kelompok Kerja Mangrove Daerah (KKMD) Provinsi Sulawesi Tenggara memberikan penjelasan resmi terkait status lahan dan kondisi mangrove di Kelurahan Anduonohu, Kecamatan Poasia, Kota Kendari yang belakangan ramai diperbincangkan publik. Keterangan ini disampaikan oleh Ketua Tim Pelaksana dan Tim Kerja KKMD Sultra yang juga Kepala Bidang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (PDAS RHL) Dinas Kehutanan Sultra, La Ode Yulardhi Junus, SP., M.AP.

Yulardhi menegaskan bahwa area mangrove di lokasi tersebut secara legal merupakan Areal Penggunaan Lain (APL) dan tidak masuk dalam kategori kawasan lindung. Penegasan ini sejalan dengan informasi Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Kota Kendari yang menyatakan bahwa lahan tersebut bukan merupakan kawasan hutan negara, sehingga pemanfaatannya mengikuti aturan tata ruang APL, bukan regulasi konservasi mangrove.

Ia menjelaskan, sejumlah regulasi nasional juga menguatkan status tersebut. Dalam Peraturan Menteri Kehutanan RI P.50/Menhut-II/2009, APL didefinisikan sebagai areal yang bukan kawasan hutan dan secara hukum dapat dimanfaatkan untuk kegiatan budidaya maupun pembangunan sesuai ketentuan yang berlaku.

Lebih lanjut, berdasarkan Perwali Kota Kendari Nomor 21 Tahun 2021 tentang RDTR dan Pengembangan Zona CBD Teluk Kendari, lokasi Anduonohu masuk dalam zona pemanfaatan ruang untuk perumahan, jasa, dan komersial, bukan dalam kategori zona lindung hijau pesisir. Pemerintah Kota Kendari disebut telah memastikan bahwa aktivitas pemetaan, survei konstruksi, hingga pembukaan lahan di lokasi tersebut telah sesuai dengan kesesuaian ruang.

Dari aspek ekologis, KKMD menilai bahwa lokasi tersebut tidak lagi memiliki karakter ekosistem mangrove yang hidup dan produktif. Yulardhi menyebut beberapa faktor yang mengakibatkan kondisi tersebut, antara lain:

  1. Alur hidrologi tertutup sejak lama akibat pembangunan di sekitarnya.

  2. Tidak adanya pasang surut alami yang menjadi syarat utama pertumbuhan mangrove.

  3. Vegetasi yang tersisa lebih menyerupai semak belukar pesisir.

  4. Substrat tanah telah berubah karena proses penimbunan bertahun-tahun.

  5. Area tersebut sudah lama terisolasi dari ekosistem mangrove utama Teluk Kendari.

Penjelasan ini, kata Yulardhi, sejalan dengan informasi DLHK Kota Kendari yang menegaskan bahwa pemanfaatan lahan tersebut tidak mengganggu mangrove hidup, karena secara biofisik kawasan tersebut sudah tidak memenuhi karakter ekosistem mangrove aktif.

Ia juga menegaskan bahwa pembukaan lahan yang saat ini ramai diberitakan bukan satu-satunya intervensi ruang di wilayah itu, melainkan bagian dari proses panjang transformasi pesisir Kota Kendari. KKMD menilai bahwa perhatian publik justru perlu diarahkan pada penataan Teluk Kendari secara menyeluruh dengan pendekatan zonasi yang konsisten.

“KKMD akan terus mendukung pemerintah untuk memastikan setiap kegiatan pembangunan tetap memperhatikan aspek lingkungan yang relevan tanpa menimbulkan persepsi yang keliru,” ujar Yulardhi.

Dengan penjelasan ini, KKMD berharap polemik terkait mangrove Anduonohu dapat dilihat secara utuh—baik dari aspek legalitas, regulasi tata ruang, maupun kondisi ekologis aktual di lapangan.(Red)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here